Iri hati dan dengki hati adalah dua dari beberapa sifat buruk manusia yang juga disebut sebagai penyakit batin. Kedua sifat buruk atau penyakit batin tersebut sebenarnya memiliki pengertian yang tidak sama namun bisa disebut bersumber dari penyebab yang sama. Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan anugerah, rezeki atau kesuksesan yang didapat oleh orang lain, dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Sedangkan dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia atau mendapat nikmat atau kesuksesan dan berusaha untuk menghilangkan kebahagiaan, nikmat atau kesuksesan tersebut.
Rasa iri dan dengki baru tumbuh apabila orang lain menerima kenikmatan,
kesuksesan atau kebahagiaan. Biasanya jika seseorang mendapatkan nikmat,
kesuksesan atau kebahagiaan, maka akan ada dua sikap reaksi yang akan timbul
pada manusia lainnya. 1) Ia benci terhadap nikmat yang diterima orang lain dan
senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap reaksi inilah yang disebut
perpaduan antara dengki dan iri hati. 2) Ia tidak menginginkan nikmat itu
hilang dari orang lain, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat
semacam itu. Sikap reaksi kedua ini dinamakan keinginan. Dari kedua sikap
reaksi manusia tersebut sikap iri dan dengki yang bisa membahayakan atau
membawa bencana bagi orang lain. Sebagian manusia cenderung tidak mampu
mengelakkan diri dari sifat iri dan dengki ini. Sifat buruk ini bisa terjadi
pada setiap manusia dalam berbagai hal, yakni antara lain iri dan dengki kepada
tetangga yang punya mobil baru, iri dan dengki kepada rekan yang baru naik
jabatan, iri dan dengki kepada seseorang di kantor atau di sekolah yang lebih
trampil atau pintar, dan lain sebagainya.
Pengertian sombong
Manusia yang sombong adalah manusia yang memiliki karakter
iblis,
kararkter pembangkang dan karakter ingin merendahkan orang lain. Imam Al-
Ghazali membagi takabur menjadi dua bagian. Pertama, takabur dalam
urusan agama, kedua takabur dalam urusan dunia. Takabur dalam urusan
agama terbagi menjadi dua : takabur karena ilmu dan takabur karena amal.
Orang-orang yang takabur dalam ilmu adalah para ilmuwan, filusuf dan
ulama’. Ciri-ciri orang yang takabur karena ilmunya adalah seperti tidak mau
mendengarkan nasehat dari orang yang lebih bodoh. Ia merasa yang paling
pintar dan tidak memerlukan bantuan orang lain. Takabur yang kedua dalam
agama adalah takabur amal. Sabda Rasul SAW “Jika ada seseorang yang
berkata ‘Manusia ini semuanya sudah rusak’ (dan ia merasa dirinya saja
yang tidak rusak) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ia sesungguhnya
yang paling rusak”.
Takabur yang kedua menurut al-Ghazali adalah takabur dalam urusan
dunia, takabur ini disebabkan karena beberapa hal : pertama karena nasab,
kedua karena harta kekayaan, ketiga karena kekuasaan, keempat karena
kecantikan atau ketampanan, kelima karena banyaknya pengikut dan anak
buah. Sabda Rasul SAW “Tidak akan masuk surga orang yang didalam
hatinya terdapat takabur walaupun hanya sebesar biji sawi”
kararkter pembangkang dan karakter ingin merendahkan orang lain. Imam Al-
Ghazali membagi takabur menjadi dua bagian. Pertama, takabur dalam
urusan agama, kedua takabur dalam urusan dunia. Takabur dalam urusan
agama terbagi menjadi dua : takabur karena ilmu dan takabur karena amal.
Orang-orang yang takabur dalam ilmu adalah para ilmuwan, filusuf dan
ulama’. Ciri-ciri orang yang takabur karena ilmunya adalah seperti tidak mau
mendengarkan nasehat dari orang yang lebih bodoh. Ia merasa yang paling
pintar dan tidak memerlukan bantuan orang lain. Takabur yang kedua dalam
agama adalah takabur amal. Sabda Rasul SAW “Jika ada seseorang yang
berkata ‘Manusia ini semuanya sudah rusak’ (dan ia merasa dirinya saja
yang tidak rusak) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ia sesungguhnya
yang paling rusak”.
Takabur yang kedua menurut al-Ghazali adalah takabur dalam urusan
dunia, takabur ini disebabkan karena beberapa hal : pertama karena nasab,
kedua karena harta kekayaan, ketiga karena kekuasaan, keempat karena
kecantikan atau ketampanan, kelima karena banyaknya pengikut dan anak
buah. Sabda Rasul SAW “Tidak akan masuk surga orang yang didalam
hatinya terdapat takabur walaupun hanya sebesar biji sawi”
Iman
iman menurut bahasa berarti percaya. Iman kepada Allah
berarti mempercayai dan menyakini Allah. Sedangkan iman menurut istilah adalah
mengucapkan dengan lisan, menyakini dalam hati dan mengamalkannya dalam
perbuatan seperti yang disampaikan oleh Rasullah Muhammad SAW. Kita beriman
kepada Allah tidak hanya mengucapkan dalam lisan saja, melainkan harus diyakini
dalam hati dan diamalkan dengan anggota badan berupa amal perbuatan. Karena itu
kita beriman membawa konsekuensi melaksanakan perintah-Nya dengan menjauhi
larangan-Nya. Iman yang ada dalam hati kita harus dipupuk sehingga tumbuh subur
dan semakin kuat. Jangan sampai iman lenyap dari hati sanubari kita, karena
orang yang tidak beriman akan tersesat dan akhirnya dicampakkan keneraka.
Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya
percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan
dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan).
Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati
bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan
kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
Iman Kepada Malaikat
Salah satu makhluk Allah swt. yang diciptakan di alam ini adalah malaikat. Dia bersifat gaib bagi manusia, karena tidak dapat dilihat ataupun disentuh dengan panca indra manusia.
Sebagai muslim kita diwajibkan beriman kepada malaikat. Iman kepada malaikat tersebut termasuk rukun iman yang kedua. Apa yang dimaksud iman kepada malaikat? Iman kepada malaikat berarti meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menciptakan malaikat yang diutus untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dari Allah.
Dasar yang menjelaskan adanya makhluk malaikat tercantum dalam ayat berikut ini yang artinya:
“Segala puji bagi Allah pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.” (Q.S. Fatir: 1)
Hal tersebut juga dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim tentang iman dan rukunnya. Dari Abdullah bin Umar, ketika diminta untuk menjelaskan iman, Rasulullah bersabda, “iman itu engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya dan hari akhir serta beriman kepada ketentuan (takdir) yang baik maupun yang buruk.”
Dalam hadits tersebut, percaya kepada malaikat merupakan unsur kedua keimanan dalam Islam. Percaya kepada malaikat sangatlah penting karena akan dapat memurnikan dan membebaskan konsep tauhid dari bayangan syirik.
Dari ayat dan hadits di atas dapat diketahui bahwa beriman kepada malaikat merupakan perintah Allah dan menjadi salah satu syarat keimanan seseorang. Kita beriman kepada malaikat karena Al Qur’an dan Nabi memerintahkannya, sebagaimana kita beriman kepada Allah dan Nabi-Nya.
Macam-macam nafsu
1. Nafsu Ammaroh.
Letaknya di bagian dada agak sebelah kiri. Tabiatnya senang berlebih- lebihan, royal, hura-hura, serakah, dengki, dendam, iri, membenci orang, tidak tahu kewajiban, sombong, tinggi hati, senang nurutin sahwat, suka marah-marah dan akhirnya gelap tidak mengetahui Tuhannya.
2. Nafsu Lawwamah.
Letaknya ada di dalam hati sanubari di bawah susu yang kiri kira-kira dua jari. Tabiatnya acuh, senang memuji diri, pamer, senang mencari aibnya orang lain, senang menganiaya, berdusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
3. Nafsu Mulhimah.
Tempatnya kira-kira dua jari ke arah susu yang kanan dari tengah dada. Tabiatnya suka memberi, sederhana, menerima apa adanya, belas kasih, lemah lembut, merendahkan diri, taubat, sabar dan tahan menghadapi kesulitan serta siap menanggung betapa berat dan lelahnya melaksakan kewajiban.
4. Nafsu Muthmainnah.
Tempatnya di dalam rasa kira-kira dua jari ke arah susu kiri dari tengah-tengah dada. Tabiatnya senang bersedekah, tawakkal, senang ibadah, senang bersyukur kepada Tuhan, ridha kepada hukum ketentuan Allah dan takut kepada Allah.
5. Nafsu Radhiyah.
Tempatnya di dalam hati nurani dan di seluruh jasad. Tabiatnya pribadi yang mulia, zuhud, lkhlas, waro, riyadhah, dan menepati janji.
6. Nafsu Mardhiyah.
Tempatnya di alam yang samar, mengarah kira-kira dua jari ketengah dada. Tabiatnya bagusnya budi pekerti, bersih dari segala dosa, senang mengajak dan memberi nasehat kepada semua makhluk.
7. Nafsu Kamilah.
Tempatnya di alam yang sangat samar. Mengarah di kedalaman dada yang paling dalam. Tabiatnya: Ilmu-yakin, Ainul-yakin dan Haqqul-yakin.
Sebagaimana diterangkan di atas, bahwa meskipun nafsu mulhimah sama dengan nafsu kamilah yang tabiatnya bagus-bagus, luhur dan mulia, namun tetap harus bersandar kepada Guru Wasithah dalam mengamalkannya. Karena telah jelas disepakati oleh para ulama ahlul bathin bahwa : “LA BIWUSHUULI ILAIHI ILLA BI WAASITHATIN”. ( Tidak akan dapat sampai dengan selamat ber temu dengan Allah Dzat Yang maha Ghaib apabila tidak dengan Wasithah perantara ). Wallohu a’lam.
Letaknya di bagian dada agak sebelah kiri. Tabiatnya senang berlebih- lebihan, royal, hura-hura, serakah, dengki, dendam, iri, membenci orang, tidak tahu kewajiban, sombong, tinggi hati, senang nurutin sahwat, suka marah-marah dan akhirnya gelap tidak mengetahui Tuhannya.
2. Nafsu Lawwamah.
Letaknya ada di dalam hati sanubari di bawah susu yang kiri kira-kira dua jari. Tabiatnya acuh, senang memuji diri, pamer, senang mencari aibnya orang lain, senang menganiaya, berdusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
3. Nafsu Mulhimah.
Tempatnya kira-kira dua jari ke arah susu yang kanan dari tengah dada. Tabiatnya suka memberi, sederhana, menerima apa adanya, belas kasih, lemah lembut, merendahkan diri, taubat, sabar dan tahan menghadapi kesulitan serta siap menanggung betapa berat dan lelahnya melaksakan kewajiban.
4. Nafsu Muthmainnah.
Tempatnya di dalam rasa kira-kira dua jari ke arah susu kiri dari tengah-tengah dada. Tabiatnya senang bersedekah, tawakkal, senang ibadah, senang bersyukur kepada Tuhan, ridha kepada hukum ketentuan Allah dan takut kepada Allah.
5. Nafsu Radhiyah.
Tempatnya di dalam hati nurani dan di seluruh jasad. Tabiatnya pribadi yang mulia, zuhud, lkhlas, waro, riyadhah, dan menepati janji.
6. Nafsu Mardhiyah.
Tempatnya di alam yang samar, mengarah kira-kira dua jari ketengah dada. Tabiatnya bagusnya budi pekerti, bersih dari segala dosa, senang mengajak dan memberi nasehat kepada semua makhluk.
7. Nafsu Kamilah.
Tempatnya di alam yang sangat samar. Mengarah di kedalaman dada yang paling dalam. Tabiatnya: Ilmu-yakin, Ainul-yakin dan Haqqul-yakin.
Sebagaimana diterangkan di atas, bahwa meskipun nafsu mulhimah sama dengan nafsu kamilah yang tabiatnya bagus-bagus, luhur dan mulia, namun tetap harus bersandar kepada Guru Wasithah dalam mengamalkannya. Karena telah jelas disepakati oleh para ulama ahlul bathin bahwa : “LA BIWUSHUULI ILAIHI ILLA BI WAASITHATIN”. ( Tidak akan dapat sampai dengan selamat ber temu dengan Allah Dzat Yang maha Ghaib apabila tidak dengan Wasithah perantara ). Wallohu a’lam.
bernapaat sekali
ReplyDelete